Amplifier Linear, Kelas C dan Pengganda Frekuensi

Amplifier pada Transmitter

Ada 2 tipe dasar amplifier yang digunakan di transmitter, yaitu linear dan kelas C. linear amplifier menghasilkan sinyal output yang identik dan mengalami perbesaran. Kedua tipe amplifier ini memiliki output yang berbanding lurus dengan inputannya tetapi dengan power yang lebih besar. Pada aplikasi RF, RF amplifier digunakan untuk meningkatkan daya dari sinyal amplitudo termodulasi, seperti AM berdaya rendah atau sinyal SSB. Pada sinyal frekuensi termodulasi lebih efisien menggunakan amplifier kelas C.

Amplifier linear beroperasi pada 3 kelas, yaitu A, AB, dan B. Amplifier Kelas A bekerja secara konstan. Titik kerja transistor berada di tengah kurva linear. Sehingga, outputnya merupakan penguatan linear dari sinyal inputnya. Dengan kata lain, amplifier kelas A bekerja pada 3600 dari sinyal inputnya. Amplifier kelas B dibiaskan pada titik cut-off sehingga arus dari terminal kolektor tidak mengalir jika tidak ada sinyal input. Transistor bekerja hanya selama ½ siklus sinyal sinus inputnya atau selama 1800. Ini berarti transistor hanya menguatkan setengah bagian inputnya. Biasanya, 2 amplifier kelas B dikonfigurasikan dengan susunan push-pull sehingga bagian positif dan negatif sinyal inputnya dikuatkan secara bersamaan. Amplifier kelas AB dibiaskan sedikit di atas daerah cut-off. Amplifier kelas AB akan bekerja selama lebih dari ½ siklus tetapi kurang dari 1 siklus sinyal inputnya. Biasanya juga disusun dengan konfigurasi push-pull dan menghasilkan linearitas yang lebih baik daripada amplifier kelas B, tetapi dengan efisiensi yang lebih rendah. Amplifier kelas A sangat tidak efisien. Maksimum efisiensinya hanya 50%. Ini berarti hanya 50% daya DC yang dikonversi menjadi RF, sisanya terdisipasi pada transistor. Amplifier ini cocok digunakan sebagai amplifier tegangan sinyal rendah atau amplifier berdaya rendah. Kelas B dan C lebih efisien karena arus mengalir hanya pada sebagian kecil sinyal inputnya, dimana Kelas C merupakan yang paling efisien. Kedua kelas tersebut menghasilkan distorsi, maka amplifier kelas B disusun secara push-pull, sementara kelas C menggunakan rangkaian resonansi LC untuk mengeliminasi distorsi.


Amplifier buffer kelas A sederhana dapat dilihat pada gambar 1. di bawah. Sebuah osilator terhubung dengan input. Titik bias pada transistor didapat dari R1, R2, R3. Terminal kolektor terhubung dengan rangkaian resonansi LC. Buffer seperti ini biasanya beroperasi pada daya kurang dari 1W.

                                         



                  Gambar 1. Amplifier RF Kelas A


Sebuah amplifier berdaya tinggi ditunjukkan pada gambar 2. di bawah. Input RF dari sebuah sumber 50Ω terhubung dengan terminal bias melalui rangkaian matching-impedance yang terdiri dari C1, C2, dan L1. Kemudian output dihubungkan dengan rangkaian impedance-matching L2, L3, dan C4, sehingga output memiliki impedansi yang sama dengan inputnya. Ketika terhubung dengan heat sink yang pas, transistor dapat menghasilkan tegangan 100W. Amplifier didesain untuk bekerja pada frekuensi tertentu yang diatur oleh rangkaian input dan output tertala.

                                       

                                            Gambar 2. Amplifier RF Kelas A Berdaya Tinggi

2 atau lebih transistor yang dihubungkan secara parallel untuk menghasilkan daya yang lebih banyak. Amplifier kelas B yang menggunakan konfigurasi push-pull ditunjukkan pada gambar 3. di bawah. Sinyal driving RF masuk menuju transistor Q1 dan Q2 melalui trafo T1. Trafo T1 membagi sinyal input menjadi 2 sinyal yang berbeda fasa sebesar 180­0. Lalu, trafo T2 menyalurkan daya ke antena atau beban. Untuk operasi kelas B, Q1 dan Q2 memiliki titik bias pada titik cutoff. Transistor tidak akan bekerja jika Vbe tidak bernilai lebih dari +0.7 V atau kurang dari -0.7V. Ketika siklus sinyal input bernilai positif, Q2 akan cutoff, tetapi Q1 akan bekerja dan menguatkan bagian positif sinyal input. Arus kolektor akan mengalir pada bagian atas dan menuju trafo T2. Ketika siklus sinyal input bernilai negatif, Q1 akan cutiff, tetapi Q2 akan bekerja dan menguatkan bagian negatif sinyal input. Arus akan mengalir pada bagian bawah dari T2. Kemudian T2 akan menyatukan output dari masing-masing transistor, sehingga sinyal output menjadi satu siklus penuh.

                                       

                              Gambar 3. Amplifier Kelas B dengan Konfigurasi Push-Pull.

Sinyal RF diberikan pada Q1 dan Q2 melewati trafo input T1 dan menghasilkan impedansi yang sama  antara Q1 dan Q2 dan sinyal basis terhadap Q1 Q2 berbanding 180 derajat. Untuk kelas B amplifier, Q1 dan Q2 harus di biaskan tepat pada titik cutoff. Transistor emitter base tidak akan bekerja sampai dengan 0.6 hingga 0.8 volt tegangan karena daerah aktif transistor ada di rentang tersebut. Hal ini menyebabkan transistor dibiaskan diatas daerah cutoff, bukan pada daerah cutoff.

Sirkuit kunci pada sebagian besar transmitter AM dan FM adalah amplifier kelas C, amplifier ini digunakan untuk penguatan pada driver, pengganda frekuensi dan penguat akhir. Penguat kelas C ini dibiaskan sehingga menghasilkan sinyal yang kurang dari 180 derajat terhadap inputannya, biasanya berkisar antar 90 sampai 150 derajat. Hal ini berarti bahwa arus mengalir melalui pulsa-pulsa pendek.

Pulsa-pulsa pendek pada amplifier kelas C terdiri dari harmonic kedua, ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Pada transmitter tegangan tinggi, sinyal akan diradiasikan pada frekuensi-frekuensi harmonic tersebut. Tetapi radiasi dari harmonic tersebut bisa menyebabkan interferensi diluar dari lebar pita. Perlu diingat bahwa bandwidth dan Q pada sebuah rangkaian memiliki persamaan BW=fr/Q dan Q = Fr/BW. Jika Q pada rangkaian terlalu tinggi, bisa menyebabkan bandwidth terlalu sempit dan beberapa frekuensi samping yang lebih tinggi akan hilang.

Efisiensi pada kebanyakan amplifier kelas C berkisar antara 60 sampai 85 persen. Tegangan input adalah rata-rata power yang dipakai oleh sirkuit tersebut. Secara sederhana hal ini dapat dikaitkan dengan persamaan P = V.I dimana Pout pada rangkaian ini dapat dihitung dengan Pout= V^2/RL dimana V adalah tegangan RF output pada collector dan RL adalah tahanan beban.


Amplifier pada Receiver
Receiver yang menggunakan frekuensi di atas 100 MHz, biasanya menggunakan amplifier RF. Tujuannya adalah untuk menguatkan amplitude sinyal lemah yang nanti akan masuk ke mixer. Amplifier RF pada receiver biasanya adalah kelas A dan menggunakan transistor FET atau transistor bipolar pada rangkaiannya, seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.
                                                               

                    Gambar 4. Amplifier RF Pada Receiver.

Rangkaian FET umumnya efektif karena impedansi inputnya yang meminimalisasi pemuatan pada rangkaian tertala, dengan demikian mengizinkan Q pada rangkaian menjadi lebih tinggi dan selektivitas lebih tajam.

Bagian penting lainnya dari receiver superheterodyne adalah amplifier IF. Amplifier IF adalah suatu amplifier dimana mayoritas gain dan selektivitas didapatkan. Pemilihan sebuah amplifier IF sangat berpengaruh terhadap desain dari receiver. IF merupakan perpaduan antara selektivitas dan stabilitas yang bagus, yang didapatkan pada frekuensi rendah, dan image rejection yang bagus, yang didapatkan pada frekuensi tnggi.

Amplifier IF merupakan amplifier kelas A tertala yang dapat menghasilkan gain dalam rentang 10 – 30 dB. Biasanya 2 atau lebih amplifier IF digunakan untuk menghasilkan receiver gain yang memadai. Pada gambar 5. trafo berinti ferrite digunakan untuk coupling antara stage. Kebanyakan amplifier IF menggunakan transistor bipolar. Selektivitas pada amplifier IF diperoleh dari rangkaian tertala. Rangkaian tertala cascading menyebabkan keseluruhan bandwidth rangkaian menjadi lebih sempit.
                                          


                                                 Gambar 5. Two-stage Amplifier IF.

Pada receiver FM, digunakan 1 atau lebih amplifier IF sebagai limiter. Limiter berfungsi untuk menghilangkan berbagai variasi amplitude pada sinyal FM sebelum masuk ke demodulator. Namun, semua amplifier akan bertindak sebagai limiter jika sinyal input cukup tinggi. Dengan sinyal input yang sangat besar diberikan ke sebuah transistor, transistor akan didorong antara saturasi dan cutoff. Sebagai contoh, pada amplifier kelas A bipolar, memberikan sinyal input positif yang sangat besar akan menyebabkan bias pada basis transistor meningkat, dengan demikian arus kolektor akan meningkat. Ketika diberikan jumlah tegangan input yang cukup, transistor akan aktif secara maksimum dimana basis-emitter dan basis-kolektor menjadi forwad bias. Pada titik ini, transistor akan tersaturasi dan tegangan antara basis dan kolektor menurun sampai kurang dari 0.1 V. Pada saat tersebut, output amplifier biasanya sama dengan tegangan jatuh DC sepanjang resistor emitter yang mungkin digunakan pada rangkaian.

Cara yang lebih efektif untuk sinyal yang besar adalah dengan menyertakan rangkaian Automatic Gain Control (AGC). AGC adalah sebuah system umpan balik yang secara otomatis mengatur penguatan pada receiver berdasarkan amplitude sinyal yang diterima. Level sinyal yang sangat rendah menyebabkan gain receiver menjadi tinggi. Sinyal input yang tinggi menyebabkan gain pada receiver berkurang. Penggunaan AGC menghasilkan receiver mempunyai jangkauan dinamis yang lebar (dynamic range). Dynamic range adalah pengukuran kemampuan receiver untuk menerima sinyal yang sangat kuat dan sangat lemah tanpa menyebabkan distorsi dan merupakan perbandingan sinyal terbesar yang dapat ditangani antara sinyal terendah, satuannya adalah decibel. Dynamic range pada receiver dengan AGC biasanya adalah 60-100 dB.

Rangkaian pengontrol umpan balik lainnya yang mirip dengan AGC yang digunakan pada receiver frekuensi tinggi adalah Automatic Frequency Control (AFC). Tujuan dari AFC adalah menjaga LO pada frekuensinya. Pada receiver yang beroperasi pada frekuensi di atas 100 MHz, timbul masalah pada kestabilan osilator. Perubahan frekuensi osilator terjadi karena perubahan suhu. Meskipun osilator dapat diatur pada frekuensi tertentu, tetapi frekuensi tersebut dapat bergeser karena perubahan suhu atau kondisi lainnya. Jika frekuensi bergeser terlalu jauh, mixer tidak akan mengkonversi sinyal yang masuk menjadi nilai IF yang pas. Hasilnya adalah sinyal yang diinginkan tidak akan diambil atau receiver mengalami mistuned sehingga hanya sebagian kecil sinyal yang dapat lewat. Hal ini dapat mengakibatkan distorsi.

Pada kebanyakan radio FM dan TV, terdapat rangkaian AFC. Biasanya pada penerima FM, disediakan sebuah saklar yang dapat menghidupkan atau mematikan AFC. Untuk hasil terbaik, penyeteman dilakukan dengan AFC mati. Ini memungkinkan kita menyetem sinyal pada frekuensi yang pas. Rangkaan AFC membetulkan error yang terjadi pada penyeteman. Ketika ini terjadi, rangkaian AFC tidak beroperasi di bagian tengah rentangnya. Karena itu, AFC tidak dapat melakukan koreksi pada frekuensi lebar. Dengan melakukan proses penyeteman terlebih dahulu dan mendapatkan sinyal pada kanal dan kemudian menghidupkan AFC, control frekuensi rentang penuh didapatkan. Radio FM dan TV keluaran terbaru tidak membutuhkan AFC karena radio FM dan TV menggunakan sintesis frekuensi untuk penyetemannya.

Rangkaian lainnya yang sering ditemukan pada receiver adalah squelch circuit. Squelch circuit adalah sebuah rangkaian yang membuat amplifier audio dimatikan sampai sinyal RF muncul pada bagian input receiver. Jika sinyal RF muncul, amplifier audio akan aktif.

Ketika tidak ada sinyal input, tegangan AGC akan mendekati nilai 0. Output amplifier DC akan rendah, dan Q1 tidak akan aktif. Sebagai hasilnya Q2 diaktifkan oleh arus basis melalui R1. Karena Q2 bertindak seperti rangkaian arus pendek, Q2 akan men-shunt sinyal audio pada kolektor Q3 ke ground melalui diode D1. Hasilnya, sinyal audio dari detector tidak dapat melalui bagian stages, dan speaker akan diam.

Ketika sinyal RF diterima, output dari amplifier DC bertegangan positif tinggi, Q1 akan aktif dan Q2 tidak aktif. Ini memungkinkan amplifier audio Q3 beroperasi normal dan melewatkan sinyal menuju speaker.

Frekuensi Transisi Gain Unity
Frekuensi transisi gain unity adalah frekuensi­­­­­ dimana besarnya penguatan sama dengan unity, atau 0 Db. Frekuensi transisi-nya tidak bergantung pada β0, maka relative konstan bagi suatu tipe transistor yang diberikan untuk kondisi pengoperasian tertentu. Parameter frekuensi wt paling sering ditentukan pada lembaran data transistor untuk sederet kondisi pengoperasian.
Jika resistansi bulk kolektor yang dilambangkan di sini dengan rc’c penting,artinya, maka pengaruh

dari kapasitansi base kolektor-nya diperbesar dengan apa yang disebut Miller effect. Sehingga rumusnya adalah:

                                        
Amplifier Common-Emitter (CE)
C3 dan C4 pada amplifier Common-Emitter adalah kapasitor pemblokir dc dengan reaktansi yang dapat diabaikan pada frekuensi tinggi. Resistor bias Rbias memasok arus bias ke basis, dan ini dapat juga dianggap mempunyai pengaruh yang dapat diabaikan terhadap kinerja frekuensi tinggi. Sumber sinyalnya ditunjukkan sebagai pembangit arus ekivalen Is dan Rs. Gainnya dapat ditulis sebagai:
                                                     

Amplifier Common-Base
Efek kapasitor umpan balik Ccb’ dapat dinul-kan sama sekali dengan menghubungkan transistor dalam konfigurasi commn-base. Dengan ragam pegoperasian ini, Ccb’, tampak paralel dengan kapasitansi output Cc dan karena itu tidak menyumbang kepada kapasitansi input. Input resistansinya α0/gm di mana α0 = β/ (β + 1) = 1. Oleh karena itu mata resistansi input untuk rangkaian CB jauh lebih kecil daripada yang untuk rangkaian CE yang diberikan oleh β0/g. Kapasitansi input-nya adalah Ceb’ = Cb’e. Resistansi output untuk rangkaian CE timbul di antara kollektor dan emitter. Ini lebih tinggi daripada resistansi output CE dan dapat ditunjukkan diberikan oleh rCcb  = β0rCE. Karena.nilainya yang sangat tinggi, resistansi output dapat diabaikan bagi kebanyakan maksud praktis. Penguatan tegangan yang mengacu pada terminal e-b adalah:

                                                      

Penguatan Daya yang Tersedia
Penguatan daya tinggi tersedia diperlukan untu mempertahankan factor noise redah dengan amplifier cascade. Ratio dari penguatan daya yang tersedia adalah:
Ini menunjukkan bahwa penguatan daya tersedia untuk amplifier CE lebih besar daripada amplifier CB. Oleh sebab itu, maka amplifier CE lebih disukai untuk tahap masukan pesawat sederhana low-noise. Hendaknya diperhatikan bahwa sebab pokok dari penguatan daya lebih rendah dari amplifier CB adalah rendahnya resistansi input, yang 1/β0 kali lipat dari yang ada pada amplifier CE.

                                                      

Amplifier Cascode
Amplifier cascode merupakan kombinasi antara amplifier common-emitter dan common-base untuk membentuk sebuah unit amplifier yang mempunyai penguatan daya tinggi dan stabil. Input resistansi tahap CB adalah rBE. Maka secara keseluruhan amplifier cascode memiliki ciri kinerja yang serupa dengan yang dimiliki oleh amplifier CE tetapi dengan kestabilan, dan karena itu penguatan tegangan tersedia tinggi.

Rangkaian Ekivalen Hybrida-π untuk FET
Field Effect Transistor (FET) lebih sederhana dari bipolar junction transistor (BJT) karena sangat tingginya impedansi input yang diberikan oleh gerbang control. Eksternal terminal pada FET diberi label G untuk gate (gerbang), S untuk source (sumber), dan D untuk drain (pembuangan). Analisis rangkaian yang memanfaatkan FET berlangsung dengan cara yang menyerupai cara BJT yang menggunakan rangkaian ekivalen hybrid-π.

Rangkaian Pencampur (Mixer)
Mixer digunakan untuk mengubah sinyal dari satu frekuensi ke frekuensi lain. Istilah mixer uumnya dicadangkan untuk rangkaian yang mengubah sinyal frekuensi radio ke suatu nilai madya (yang dikenal sebagai intermediate frequency atau IF) dan yang memerlukan masukan dari sebuah osilator local untuk melakukannya.

Beberapa tipe mixer tersedia dalam bentuk unit paket, dengan masukan ports yang berlabel RF dan LO dan output berlabel IF. Dalam aplikasi penerma tertentu rangkaian osilatornya merupakan bagian tak terpisahkan dari rangkaian mixer, dan hanya masukan RF dan output IF sajalah yang siap untuk dapat dikenali. Semua rangkaian mixer memanfaatkan kenyataan bahwa apabila dua sinyal sinusoidal dikalikan bersama, hasilnya terdiri atas komponen frekuensi yang dijumlahkan dan yang dikurangkan atau selisihnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PIPELINING dan RISC

set instruksi

PARALEL PROCESSING